Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Belajar Dari Buah Kedondong Dan Buah Sawo

Belajar dari sawo dan kedondong

Bangun pagi, seperti biasa saya melakukan aktivitas blogger, sambil di temani segelas kopi, tak lupa sebelumnya mandi dulu biar enggak bau. Tepat pada hari minggu, mungkin orang-orang menganggap hari itu hari bahagia, karena mereka bisa liburan tanpa adanya gangguan pekerjaan.

Namun berbeda dengan pribadi saya, 7 hari tidak ada yang namanya libur dan tidak ada yang namanya kerja, bukan berarti enggak mau kerja, cuma mengingat sekarang begitu susahnya mencari pekerjaan, ya mau gimana lagi? Setiap mendapatkan lowongan kerja, persyaratan Ijazah terakhir pasti Min. SMA/K, sedangkan saya?.... SMP doang.

Di hari itu, yang dikatakan orang-orang "weekend" mengisi harinya dengan berlibur, jalan-jalan, menghilangkan stres karena pekerjaan, dan yang lainnya. Saya mendapatkan sebuah hal, yaitu keinginan, keinginan untuk mancing, awal tahun ini memang saya sedang hobi mancing.

Biasanya, saya stay setiap hari mencari-cari refrensi ngeblog, sedangkan beberapa hari ini paling setengah hari, siangnya saya siap-siap; buat mancing. Begitupun dengan hari Minggu, 20 Januari 2019, saya tak lupa untuk memancarkan hobi saya memancing.

Satu artikel sudah saya siapkan, sudah saya draft terlebih dahulu, sedangkan belum saya perbaiki, apalagi, artikel yang saya buat adalah artikel lomba, namun mungkin butuh koreksi dan perbaikan terlebih dahulu sebelum saya memutuskan untuk menerbitkannya. Insha Allah setelah kelar nanti saya koreksi akan segera saya publikasikan.

Melihat Jam menunjukkan Pukul 12:31, saya pun bersiap-siap, tutup internet, menyiapkan alat pancing, tak lupa sebelumnya saya berganti pakian dulu, karena saya mancingnya ke hutan. Lah, kok hutan? Ya, saya biasa mancing di sungai, sedangkan sungai di kampung saya banyak sekali yang berada di kehutanan lebat Banten Selatan.

Setelah segala alat sudah saya persiapkan, termasuk wadahnya, saya lebih suka menggunakan kresek untuk wadah ikan. Mungkin orang lain menggunakan alat khusus, tapi tidak dengan saya, soalnya saya enggak suka dengan alat khusus kalau mancing, seperti yang biasa-biasa saya lakukan saat mancing, saya lebih suka yang sederhana.

Jam menunjukkan pukul 12:49, saya segera berjalan, melangkahkan kaki pertama saya ke sungai yang tadi saya bilang, yaitu berada di kawasan hutan bebas dan luas di daerah Banten Selatan. Hutan itu memang hutan milik pemerintahan, namun para warga bebas melestarikan dan membudidayakan hutan tersebut.

Setengah perjalanan, seperti biasa, saya mencai umpan terlebih dahulu, bukan cacing tanah, namun salah satu hewan seperti semut, apa ya namanya? Kalau di kampung saya biasa menyebut Otet. Otet yang di bilang di kampung saya itu adalah induk dari Laron, tau kan? Hewan kecil yang memiliki sayap, induknya berbentuk seperti semut hitam yang kecil, biasanya sarangnya di kayu-kayu yang sudah kering atau kayu yang mati.

Tidak mudah untuk mendapatkan umpan itu, saya biasanya membutuhkan waktu beberapa menit hingga setengah jam untuk mendapatkannya. Lanjut saya mengelilingi hutan sebelum datang ke sungai untuk mendapatkan umpannya terlebih dahulu.

Setelah beberapa saat, mungkin sekira seperapat jam atau lebih lah, akhirnya saya mendapatkan umpannya, yang tadi saya katakan. Kemudian lanjut langkah kaki ini berjalan lurus ke sungai, setengah perjalanan, saya menemukan teman saya, ternyata dia pun mau mancing.

"Eh, lu mau mancing juga?" Tanya saya
"Iya din, lu mau mancing kemana?" Jawab dan tanya teman saya
"Ke itu aja sungai yang deket, (Namanya sungai Cijengkol)"
"Oh, ke sono"
"Yap, lu sendiri mau kemana?"
"Gue sih mau ke sungai Ciujar aja"
"Searah dong? Yaudah jalan bareng"

Akhirnya saya pun jalan bareng sama teman saya yang tadi saya temukan di perjalanan saya menuju sungai. Kebetulan sekali, akhirnya saya punya teman seperjalanan, ya meskipun beda tujuan tempat, tapi tujuannya sama memancing.

Setelah datang ke sungai, saya dan teman saya berpencar.

"Oke, lu disini ya din, gue lurus ke sana ke Ciujar" Ujar teman saya
"Siap bosku, hati-hati lu, gue mau siap-siap nih"
"Oke"

Mancing di sungai

Pada akhirnya saya dan dia pun berpencar, mungkin tidak jauh sih antara sungai Cijengol sama Ciujar, berdekatan paling juga beberapa meter doang, apalagi air aliran sungai CIjengkol sama Ciujar hilirnya sama, yaitu di Sungai Leuwi Awi.

Oke, sekarang saya sendiri lagi, dia sudah pergi, saya pun memasang umpan pertama ke pancingan saya. Keretek-keretek, tiba-tiba pancingan saya bergerak dan sepertinya ini ada ikan yang memakan umpan pertama saya. Lalu, saya segera mengangkatnya, ternyata benar dugaan saya, umpan pertama saya membuahkan hasil yang istimewa, satu ikan Paray saya dapatkan dalam umpan pertama saya.

Lanjut ke umpan ke dua, lagi-lagi alat pancingan saya bergerak, tidak lama-lama nunggu, saya langsung menangkatnya lagi, sayangnya itu tidak membuahkan hasil, malah umpannya habis di lahab ikan, sedangkan ikannya enggak saya dapatkan.

Mungkin setelah umpan kedua saya kembali lagi hingga beberapa kali umpan, sayangnya tidak mendapatkan ikan, hanya umpan pertama yang berhasil meraih ikan. Saya segera pindah ke tempat, mungkin jaraknya cuma satu setengah meter doang.

Kebetulan, umpannya masih ada di kail pancingan, jadi saya enggak perlu lagi masang umpan. Setelah beberapa menit, tiba-tiba, umpan kembali dimakan ikan, lalu, ada seorang bapak-bapak menghampiri saya, dia mendekati saya, sambil bertanya.

"Dapet gak ikannya?' Tanya bapak itu yang menghampiri saya
"Boro-boro pak, cuma dapet satu doang" Jawab saya sambil cengengesan
"Nama kamu siapa?" Bapak itu bertanya lagi
"Nama saya Nurdin pak"
"Oh, Nurdin, anaknya Pak Ata itu ya?"
"Lah, kok tahu bapak saya pak?" Sambil heran
"Iya, bapak kamu teman bapak dulu din, enggak nyangka ternyata kamu sudah besar gini, perasaan baru kemarin bapak kamu gendong-gendong kamu ke sawah, hehe" Ujar bapak itu sambil cengengesan
"Walah, la iya lah pak, umur saya juga sekarang udah 19 tahun, bapak sendiri saja?" Lalu saya menanyakan
"Iya, dari sawah juga bapak, inget waktu dulu sering nyangkul bareng bapak kamu din, bahagia banget, sambil tawa canda, sekarang bapak sudah tua, enggak bisa lagi nyangkul, ini juga cuma nenggok sawah doang"
"Waduh, bapak mengenang masa lalu sama bapak saya ni? Nanti saya ceritakan deh ke bapak".
"Hehe, oya din, bapak bawa buah nih, kamu mau gak?
"Buah apa pak?"
"Ini ada buah kedondong sama Sawo"
"Oh, boleh pak, kebetulan saya sedang lapar nih"

Tiba-tiba pancingan saya di bawa ikan, siuuuukkk, saya angkat, ternyata ikan lele, lumayan gede banget.

"Wih, dapet ikan lele din"
"Haha, iya pak, Alhamdulillah nih, umpan keberapa ini, baru dapet"

Sambil berjalan mancing, sambil ngobrol sama bapak itu, lalu bapak itupun memberikan saya dua buah, sawo dan kedondong, keduanya dia berikan setelah saya memasukan pancingan lagi ke sungai.

"Ini din buahnya"
"Baik pak, saya terima, makasih banyak ya pak"
"Tapi, jangan buru-buru kamu makan, coba kamu pilih untuk pertama kali kamu makan, kedondong yang warnanya kuning, mateng, dan keliatan sangat menggoda, atau Sawo yang warnanya hitam, lembek, udah gitu agak menjijikan lagi" kata bapaknya
"Hmm, kalau disuruh milih, mungkin saya milih Kedondong aja, soalnya sawonya percis apa yang bapak bilang" jawab saya sambil memegang sawo di kiri dan kedondong di kanan.

Saya pun langsung memakan buah kedondongnya, kemudian buah sawo di ambil lagi bapaknya, sambil dia berkata.

"Gimana rasanya din?"
"Agak asem ya pak?"
"Kedondong memang gitu din, coba kamu liat, apa yang ada di dalamnya?"
"Ada akar pak"
"Nah, itulah kedondong, di luar dia keliatan kuning, menggoda, kayanya enak banget, sedangkan ternyata di dalamnya ada akarnya. Baik, sekarang kamu makan buah sawonya"

Saya heran, lah, kenapa jadi kaya gini ya? Oke, sayapun lanjut makan buah sawonya setelah kedondongnya dilahab habis, saya kaya harimau kelaparan, lahab banget makan kedondong itu. Lanjut makan buah sawo, sambil meratapi pancingan, dan sambil merasakan manisnya buah sawo.

"Gimana rasanya din? Manis kah? Sama gak kaya kedondong?"
"Enak banget pak, perfect, rasanya manis, beda jauh lah sama kedondong mah"
"Coba kamu perhatikan din dari kedua buah ini yang baru saja kamu makan, apakah ada pelajaran yang bisa kamu ambil din?"

Mancing ikan

Saya merenung, muka saya tampang aneh, ekspresi wajah saya begitu mencengangkan, soalnya aneh banget, jadinya saya di berikan motivasi. Kemudian lanjut bapak itu berkata panjang banget, mungkin tidak saya jelaskan semuanya.

Berikut ini apa kata bapak itu "Apa kamu sudah merasakan hikmah dari kedua buah ini din? Cobalah kamu perhatikan kedua buah ini, kemudian coba kamu hayati rasa dari kedua buah ini. Mungkin kedondong keliatannya sangat menggoda, buahnya yang begitu istimewa, namun setelah kamu makan, ternyata rasanya asam dan di dalamnya ada akarnya. Sedangkan, buah yang kamu bilang tadi menjijikan itu, (Buah sawo) rasanya sangat manis, padahal dia bentuk dan warnanya sangat jelek, hitam, kusam, tapi rasanya beda".

Sayapun masih merasa heran, saya benar-benar tidak percaya ini apa sih maksudnya? Dalam hati berkata "Entahlah, mungkin ini sebuah motovasi".

Kemudian bapak itu melanjutkan lagi kata-katanya "Begini din, setelah kamu bisa menghayati apa yang tadi kamu makan, coba kamu perhatikan di dunia nyata. Kemudian kamu cermati, apa mungkin dia yang keliatannya cantik, bisa membuat kamu bahagia?".

Dalam hati, lah, kenapa jadi ngomongin masalah cinta ya?.

"Apa mungkin dia yang telihat manis, akhlaknya juga sama seperti apa yang kamu lihat din?. Coba kamu perhatikan kembali kedua buah ini, tentu yang kedondong itu dalamnya buruk, didalam nya ada akar, padahal luarnya sangat mulus. Dan yang ini, buah sawo, dia ketika di raba pun sangat kasar, kemudian dia bentuknya hitam, lembek seperti busuk, sedangkan rasanya jauh lebih manis dibandingkan kedondong".

Saya pun sedikit merasakan, berarti dugaan saya benar, ini merupakan kata-kata motivasi yang meski saya pahami.

"Baiklah, kita kembali lagi ke seseorang, saya tahu, kamu sekarang sedang menyukai seseorang, tapi saya bisa melihat dari sisi kananmu, saya bisa melihat dari mata dan raut wajahmu din, benar kamu itu sedang menyukai seseorang".

Saya tersenyum, lagi-lagi aneh dalam hati "Masha Allah, sebenarnya siapa bapak ini, kenapa dia tahu kalau aku sedang menyukai salah satu wanita". Apa yang si bapak itu katakan memang benar, saya sedang jatuh cinta terhadap seseorang, dia cantik, dia manis, yang saya tahu dia itu baik dan sangat menggoda, tapi sayang dia sangat cuek.

"Tidak, bukan bermaksud din, jadi gini, ketika kamu melihat seseorang yang mungkin saja orang itu pernah kamu sukai juga, dulu mungkin kamu merasakan itu, dia membuat kamu jatuh cinta, karena dia sangat cantik, dia cepat membalas sms kamu, tapi ternyata, dia hanya menjadikan kamu sebagai pelampiasan, dia baru saja putus dari pacaranya, setelah dia pulih, dia lupa sama kamu, sedangkan kamu selalu memberi dia support, pernahkah kamu seperti ini din?.

Raut wajah saya terharu dan tersenyum, hati deg-degan, kenapa dia tahu segalanya tentang saya?.

"Bapak tahu kamu pernah mengalami itu, apalagi bapak melihat ekspresi wajah kamu. Ya, dia memang cantik, dia baik, tapi ternyata dia jahat, dia hanya memanfaatkan kamu sebagai pelampiasan, dan bapak yakin, itu pernah kamu rasakan selama beberapa bulan terakhir".

Memang benar, apa yang dikatakan si bapak itu, benar-benar seperti apa yang pernah saya rasakan.

"Kamu pun pernah menyia-nyiakan seorang wanita, dia pun tidak begitu buruk, dia lumayan cantik, namun jauh kecantikannya dari seorang wanita yang kamu sukai saat itu yang ternyata dia menjadikan kamu sebagai pelampiasan"

Tuh kan, saya semakin pensaran dia tahu semuanya.

"Apa yang bapak katakan, sudahkah kamu mendapatkan pelajaran dan hikmahnya din?, tepat seperti apa yang bapak katakan, tepat seperti kedua buah yang kamu makan, pandangan bukanlah sesuatu yang baik, terlihat manis, ternyata di dalamnya akar, begitupun dengan wanita, terlihat manis dan cantik, tapi ternyata dia jahat, tepat apa yang kamu rasakan dulu. Sedangkan orang yang kamu sepelekan, yang juga saya katakan tadi, dia ternyata sangat menyayangi kamu, dia bahkan sering berdoa agar menjadi yang terbaik, dia adalah sosok wanita yang taat beribadah. Bapak tahu wanita itu din, tapi, itu masalalu kamu ya din, semoga saja sekarang enggak lagi kamu rasakan."

Tiba-tiba hati saya terpaku, raut muka kagum, sedih, apalah saya bingung, saya benar-benar tidak bisa mengatakan apa-apa. Bapak itu tahu semua tentang saya, dan apa yang di katakan bapak itu benar-benar membuat saya terpaku.

Tiba-tiba, setelah saya merasakan itu, saya memanggil bapak itu, "Baa...." Baru saja saya mengucap kata Baa, bapak itu tidak ada, entah kemana dia pergi, saya melihat kiri, kanan, belakang, lagi-lagi secara berulang, namun tetap, saya tidak melihat bapak itu, entah kemana dia pergi?.

Saya nambah aneh dan heran, siapa sebenarnya sosok bapak yang tadi ada dan memberikan saya sebuah kata, berupa kata bijak yang sangat memotivasi saya. Saya geleng-geleng kepala, tidak terasa, setelah saya melihat kresek wadah ikan, kresek itu hampir dipenuhi ikan lele, benteur dan paray, saya semakin heran.

Saya merenung di atas batu, entah apa yang baru saja terjadi. Sayapun mendapatkan pelajaran dari apa yang si bapak tadi itu sampaikan kepada saya, sama seperti antara buah kedondong dan buah sawo, memang keduanya memiliki perbedaan. Sawo adalah buah yang rasanya sangat enak dan manis, sedangkan fisiknya terlihat hitam dan agak kasar.

Kedondong adalah buah yang fisiknya lembut, manis, namun ternyata di dalamnya banyak sekali akar, kemudian rasanyapun jauh lebih buruk dari buah Sawo. Benar seperti si bapak itu, apa yang kita lihat, belum tentu isinya demikian.

Apakah kamu juga mengerti sob? Initnya gini, jika kamu melihat sesoerang yang keliatannya sangat alim, dia berkerudung, namun ternyata dia tidak pernah shalat, dia kurang beribadah, padahal dia berpakain rapi. Jadi tidak seperti apa yang kita lihat ternyata hatinya dia.

Kemudian kamu melihat lagi wnaita yang pakiannya hanya baju daster, dia duduk di rumahnya, dia keliatannya tidak pernah shalat, bahkan dia keliatannya sangat buruk. Namun ternyata dia adalah sosok wanita yang rajin beribadah, dia adalah guru ngaji di kampungnya.

~Tamat~
Sudah mendapat pelajaran?

Catatan penting : Cerita ini tidak benar-benar nyata, ini hanyalah sebuah fiksi dan cerita semata yang memang saya terinspirasi dari kedua buah yang di ceritakan itu. Saya sempet memakan kedua buah itu, percis seperti pada cerita saya ini. Sekali lagi, ini hanya fiktif, hanya rekayasa, tidak nyata, namun hobi saya mancing, itu benar-benar nyata, hehe.

Mungkin buah kedondong tidak seperti yang saya ceritakan, buah kedondong memang manis, tapi tidak semanis buah sawo, sekali lagi, ini hanya  cerita fiksi dari khayalan saya mengingat sekarang ini banyak sekali orang yang terlihat baik, saya hanya bermaksud untuk lebih berhati-hati ketika kenal dengan seseorang.
Din
Din Bukan seorang yang jenius, hanya sekedar manusia biasa yang masih belajar menjadi yang lebih baik lagi.